Selasa, 18 November 2014

Tanggapan manajemen asuransi mengenai pemberlakuan iuran oleh OJK

Tanggapan manajemen asuransi mengenai pemberlakuan iuran oleh OJK

Demi mendukung operasional dan meningkatkan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah siap menetapkan iuran bagi lembaga keuangan nonbank. Besaran fee antara 0,03%-0,45% dari aset setiap perusahaan lembaga keuangan non-bank.

Menanggapi rencana pemberlakuan iuran OJK, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), mengemukakan pungutan tersebut terlalu besar. "Kalau dilihat dari sisi aset, saya melihat, angka 0,03% itu masih cukup besar," ujar Direktur Eksekutif AAUI, Julian Noor.

Menurut dia, sebelumnya memang ada pemaparan konsep iuran OJK kepada industri, tapi belum menyentuh pada kebutuhan dana OJK. Sejatinya industri asuransi umum bersedia mengeluarkan sejumlah uang demi memperkuat peran regulator. Namun, AAUI meminta pemerintah melibatkan kalangan industri keuangan.

Dari sini, pemerintah dan para pemangku kepentingan bisa duduk bersama untuk mencari solusi dan membahas seberapa besar kebutuhan OJK. Kalangan industri asuransi berharap tidak menjadi pihak yang hanya menerima keputusan final, tapi juga didasarkan pada kebutuhan OJK. "Berapa yang ditanggung negara dan berapa yang ditanggung melalui industri. Dari sini bisa dilihat berapa besaran fee yang diperlukan," ungkap Julian.

AAUI mengharapkan, OJK dapat menjalankan tugas secara efektif, lebih tegas, yang pada akhirnya bisa menggairahkan industri keuangan. Dengan regulasi yang kuat, industri akan tumbuh dengan baik dan kepercayaan masyarakat ikut meningkat.

OJK memikul misi cukup berat, yakni mengawasi aktivitas seluruh industri keuangan, baik perbankan maupun nonbank. Total jenderal, OJK harus mengawasi aset sekitar Rp 9.600 triliun. Dengan asumsi pungutan OJK 0,04%, potensi pendapatan dari fee industri keuangan mencapai Rp 3,84 triliun.

Sementara pagu anggaran OJK tahun depan sebesar Rp 2,4 triliun. Total jenderal, lembaga superbodi tersebut akan mengantongi dana sekitar Rp 6,24 triliun.
Tanggapan manajemen Bank mengenai pemberlakuan iuran oleh OJK
Bank Rakyat Indonesia (BRI) menegaskan tak akan membebankan biaya iuran OJK terhadap nasabah. Namun berusaha melakukan sejumlah efisiensi untuk mengurangi biaya operasional.

"Kami akui ini akan menambah biaya operasional. Oleh karena itu, kami akan coba cari jalan melakukan berbagai efisiensi agar tak langsung membebani nasabah," kata Ahmad Baequni, Direktur Keuangan BRI.

Adapun total iuran BRI yang harus dibayar OJK sekitar 0,03% dari total aset BRI yang kini mencapai Rp 606 triliun. Dengan demikian iuran BRI yang dibayarkan kepada OJK diperkirakan mencapai Rp 181 miliar.

Menurut Muhammad Ali, Sekretaris Perusahaan BRI, beban iuran OJK akan masuk ke pos biaya pendapatan dari pendapatan operasional (BOPO). Sehingga diupayakan akan terjadi peningkatan pendapatan operasional untuk atasi beban operasional yang bertambah. 
Muhammad Ali yakin, ini tak akan berdampak pada nasabah. "Jadi kalau di bank lain berdampak, itu tidak bisa disamaratakan kepada semua bank kondisinya," pungkas Ali.

Sebagaimana diketahui, Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), mengkritik pemberlakuan iuran OJK bagi industri perbankan. Menurut Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas, kebijakan ini dianggap akan membuat biaya operasional perbankan membengkak. Tentu ini akan berimbas kepada peningkatan biaya dana serta ujungnya meningkatkan besaran bunga kredit. Meningat bank adalah institusi bisni, pasti melakukan transformasi beban pungutan OJK menjadi beban konsumen masyarakat.

REFERENSI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar