Standar
Akuntansi Keuangan Dan Perkembangannya di Indonesia Melaui IFRS
ABSTRAK
Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
perlu mengadopsi IFRS , sehingga laporan keuangan Indonesia dapat diterima
secara global dan perusahaan-perusahaan Indonesia mampu memasuki persaingan
global untuk menarik investor internasional . Saat ini , adopsi oleh PSAK
Indonesia adalah dalam bentuk harmonisasi , yang berarti adopsi parsial .
Namun, Indonesia berencana untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012 .
Adopsi tersebut akan wajib bagi perusahaan yang terdaftar dan multinasional .
Keputusan apakah Indonesia akan
sepenuhnya mengadopsi IFRS atau sebagian mengadopsi untuk tujuan harmonisasi
perlu dipertimbangkan dengan hati-hati . Adopsi penuh IFRS akan meningkatkan
keandalan dan daya banding laporan keuangan secara internasional . Namun,
mungkin bertentangan dengan sistem pajak Indonesia dan situasi ekonomi dan
politik lainnya .
Jika Indonesia adalah untuk mengadopsi
sepenuhnya IFRS pada tahun 2012 , tantangan yang dihadapi pertama oleh sivitas
akademika dan perusahaan . Kurikulum , silabus , dan sastra perlu disesuaikan
untuk mengakomodasi perubahan . Ini akan memakan waktu yang cukup dan usaha
karena banyak aspek terkait dengan perubahan . Penyesuaian juga perlu dilakukan
oleh perusahaan atau organisasi , terutama mereka dengan transaksi
internasional dan interaksi .
Adopsi penuh juga berarti perubahan
prinsip akuntansi yang telah diterapkan sebagai standar akuntansi di seluruh
dunia . Hal ini mungkin tidak akan tercapai dalam waktu singkat , karena
beberapa alasan : ( 1 ) standar akuntansi sangat berhubungan dengan sistem
pajak . Adopsi IFRS internasional dapat mengubah sistem pajak di setiap negara
yang sepenuhnya mengadopsi IFRS . ( 2 ) Standar akuntansi adalah akuntansi
kebijakan dalam rangka memenuhi kebutuhan politik dan ekonomi nasional yang
berbeda-beda ineach negara . Ini mungkin menjadi tantangan yang signifikan
dalam sepenuhnya mengadopsi IFRS.
Keyword : International Financial Reporting Standards , Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan , sepenuhnya adopsi , kebijakan akuntansi , sistem pajak .
PENDAHULUAN
Adanya perubahan lingkungan global yang
semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang
dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah,
menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang
berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi
tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin,
di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang
sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik,
sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap
terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi
dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan
pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini.
Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi
keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang
diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan
pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang
berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi
pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI
1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia
1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan
dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali
melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku
”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI
juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi
internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya,
terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam
rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS).
Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan
dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi
keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa
penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi
telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1
Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar
Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah
dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan
5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan
7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar
akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan
disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun
standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari
GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite
Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan
standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode
kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang
terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998
nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal
23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan
mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi
Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite
Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang
kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi
transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya
terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para
pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di
Indonesia.
Rumusan
Masalah
Bagaimana perkembangan Standar Akuntansi
Keuangan Di indonesia Melaui IFRS
Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui sejauh mana standar
akuntansi Keuangan yang telah menerapkan IFRS
KAJIAN
TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah, perkembangan, dan pengadopsian
Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Berikut adalah perkembangan standar
akuntansi Indonesia mulai dari awal sampai dengan saat ini yang menuju
konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008). Di Indonesia
selama dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang dipakai.
Indonesia memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
sampai
- Thn. 1955 : Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan tentang standar keuangan.
- Tahun. 1974 : Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut dengan prinsip Akuntansi.
- Tahun. 1984 : Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
- Akhir Tahun 1984 : Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC (International Accounting Standart Committee)
- Sejak Tahun. 1994 : IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
- Tahun 2008 : diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
- Tahun. 2012 : Ikut IFRS sepenuhnya?
B. Pengadopsian Standar Akuntansi
Internasional di Indonesia
Saat ini standar akuntansi keuangan
nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International
Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International
Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan
standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi
internasional (IFRS) tersebut.
Untuk hal-hal yang tidak diatur standar
akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi
keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar
akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha
berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi
syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga
ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu
penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual.
C. Revisi
terbaru PSAK yang mengacu pada IFRS
Sejak Desember 2006 sampai dengan
pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi
dengan International Accounting Standards (IAS) dan International financial
reporting standards (IFRS). 5 butir PSAK yang telah direvisi tersebut antara
lain: PSAK No. 13, No. 16, No. 30 (ketiganya revisi tahun 2007, yang berlaku
efektif sejak 1 Januari 2008), PSAK No. 50 dan No. 55 (keduanya revisi tahun
2006 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009).
- PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994),
- PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK 17 (1994) Akuntansi Penyusutan,
- PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
- PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu
- PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
Kelima PSAK tersebut dalam revisi
terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit
perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan kelima
PSAK tersebut.
Dengan adanya penyempurnaan dan
pengembangan PSAK secara berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat
tiga PSAK yang pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru
sehingga nomor PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
- PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
- PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap;
- PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud.
PSAK
yang sedang dalam proses revisi
Ikatan Akuntan Indonesia merencanakan
untuk konvergensi dengan IFRS mulai tahun 2012, untuk itu Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) sedang dalam proses merevisi 3 PSAK berikut (Sumber:
Deloitte News Letter, 2007):
ü PSAK 22 : Accounting for
Business Combination, which is revised by reference to IFRS 3 : Business
Combination;
ü PSAK 58 : Discontinued
Operations, which is revised by reference to IFRS 5 : Non-current Assets Held
for Sale and Discontinued Operations;
ü PSAK 48 : Impairment of Assets,
which is revised by reference to IAS 36 : Impairment of Assets
Berikut adalah program pengembangan
standar akuntansi nasional oleh DSAK dalam rangka konvergensi dengan IFRS (Sumber:
Ikatan Akuntan Indonesia, 2008):
- Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
- Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
- Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Namun IFRS tidak wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki akuntabilitas publik. Pengembangan PSAK untuk UKM dan kebutuhan spesifik nasional didahulukan.
Efek
penerapan International Accounting Standard (IAS) terhadap Laporan
Keuangan
Beberapa penelitian di luar negeri telah
dilakukan untuk menganalisa dan membuktikan efek penerapan IAS (IFRS) dalam
laporan keuangan perusahaan domestik. Penelitian itu antara lain dilakukan oleh
Barth, Landsman, Lang (2005), yang melakukan pengujian untuk membuktikan
pengaruh Standar Akuntansi Internasional (SAI) terhadap kualitas akuntansi. Penelitian
lain dilakukan oleh Marjan Petreski (2005), menguji efek adopsi SAI terhadap
manajemen perusahaan dan laporan keuangan.
Hung & Subramanyan (2004) menguji
efek adopsi SAI terhadap laporan keuangan perusahaan di Jerman. Hasil
penelitian ini memberikan bukti bahwa total aktiva, total kewajiban dan nilai
buku ekuitas, lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding standar akuntansi
Jerman, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih
yang didasarkan atas Standar Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi
Jerman. Adopsi SAI juga berdampak pada rasio keuangan, antaralain rasio ROE,
RAO, ATO, rasio LEV dan PM, rasio nilai buku terhadap nilai pasar ekuitas,
rasio Earning to Price.
Pricewaterhouse Coopers (2005)
menyatakan bahwa perubahan standar akuntansi tersebut akan berdampak pada
berbagai area antara lain: Product viability, Capital Instruments, Derivatives
dan hedging, Employee benefits, fair valuations, capital allocation, leasing,
segment reporting, revenue recognition, impairment reviews, deferred taxation,
cash flows, disclosures, borrowing arrangements and banking covenants.
Peranan
dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS sebagai standar akuntansi domestik
Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer
Ph. Diaconu Paul (2002) adalah:
(1) Informasi keuangan yang dapat
diperbandingkan,
(2) Harmonisasi dapat menghemat waktu
dan uang,
3) Mempermudah transfer informasi kepada
karyawan serta mempermudah dalam melakukan training pada karyawan,
4) Meningkatkan perkembangan pasar modal
domestik menuju pasar modal internasional, (5) Mempermudah dalam melakukan
analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta
mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan
pihak lain.
Pricewaterhouse Coopers (2005) dalam
publikasinya “Making A change To IFRS” mengatakan: “Financial reporting
that is not easily understood by global users is unlikely to bring new business
or capital to a company. This is why so many are either voluntarily changing to
IFRS, or being required to by their governments. Communicating in one language
to global stakeholders enhances confidence in the business and improves
finance-raising capabilities. It also allows multinational groups to apply
common accounting across their subsidiaries, which can improve internal
communications, and the quality of management reporting and group
decision-making. At the same time, IFRS can ease acquisitions and divestments
through greater certainty and consistency of accounting interpretation. In
increasingly competitive markets, IFRS allows companies to benchmark themselves
against their peers worldwide, and allows investors and others to compare the
company’s performance with competitors globally. Those companies that do not
make themselves comparable (or can’t, because national laws stand in the way)
will be at a disadvantage and their ability to attract capital and create value
going forward will be undermined”
Dalam publikasi tersebut,
Pricewaterhouse Coopers sebagai perusahaan jasa professional atau kantor
akuntan terbesar di dunia saat ini, menyatakan bahwa laporan keuangan dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang lebih dapat dipahami oleh pemakai global,
dengan demikian dapat menarik modal ke dalam perusahaan. Hal inilah yang mendorong
atau menuntut perubahan peraturan akuntansi domestik ke arah IFRS. Dengan
mengadopsi IFRS berarti laporan keuangan berbicara dengan bahasa akuntansi yang
sama, hal ini akan memudahkan perusahaan multinasional dalam berkomunikasi
dengan cabang-cabang perusahaannya yang berada dalam negara yang berbeda,
meningkatkan kualitas pelaporan manajemen dan pengambilan keputusan. Dengan
mengadopsi IFRS juga berarti meningkatkan kepastian dan konsistensi dalam
interpretasi akuntansi, sehingga memudahkan proses akuisisi dan divestasi.
Dengan mengadopsi IFRS kinerja perusahaan dapat diperbandingkan dengan pesaing
lainnya secara global, apalagi dengan semakin meningkatnya persaingan global
saat ini. Akan menjadi suatu kelemahan bagi suatu perusahaan jika tidak dapat
diperbandingkan secara global, yang berarti kurang mampu dalam menarik modal
dan menghasilkan keuntungan di masa depan.
Perlunya
Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar
akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual
saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar
internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya
sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru
harmonisasi, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar
internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut
terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik
merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga
secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham
di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar
akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.
Ada beberapa pilihan untuk melakukan
adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita
yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan.
Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor 24, itu
mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan
kerja atau employee benefit.
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila
kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan pasar
modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang
listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di
BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart
nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain,
juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan
sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian
dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.
Perkembangan
Standar Akuntansi di Indonesia.
Adanya perubahan lingkungan global yang
semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang
dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah,
menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang
berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi
tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin,
di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang
sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik,
sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap
terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi
dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan
pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga
kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar
akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang
diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan
pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang
berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi
pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI
1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia
1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan
dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali
melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku
”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI
juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi
internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya,
terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam
rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS).
Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan
dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi
keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa
penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi
telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1
Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar
Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah
dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan
5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan
7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi
keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan
sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi
adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang
dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi
Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi
keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak
tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui.
Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI
diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal
23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan
mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi
Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite
Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang
kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi
transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya
terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para
pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di
Indonesia.
Ada juga pendapat yang lain mengtakan
bahwa perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia yang terbaru
mengadopsi IFRS ke PSAK, kronologis kejadian dari tahun ke tahun adalah sebagai
berikut :
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah
membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan
standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI). (Terjadi pada periode 1973-1984)
Komite PAI melakukan revisi secara
mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984
(PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi
besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan
pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi
atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar
akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan
oleh IASB. (Terjadi pada periode 1984-1994)
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke
IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite
Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards
sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada
tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar
akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi
dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1,
Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus
direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan
standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1
Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1
September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek
Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan
diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua
standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah.
Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS
dari total 33 standar. (terjadi pada periode 2006-2008)