Rabu, 06 November 2013

Perlindungan Hukum Dana Simpanan Anggota Koperasi

Perlindungan Hukum Dana Simpanan Anggota Koperasi

Gunawan Hariyanto
Jurnal Ilmu Hukum, MIZAN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2012



ABSTRAK
Sistem hukum yang lemah di Indonesia mengakibatkan koperasi rentan terhadap berbagai penyimpangan dalam tubuh koperasi . Tidak ada sanksi hukum yang jelas dalam Actcooperative dan transparan kepada manajer ( manager ) yang melakukan pelecehan , namun kembali . segera ke hukum pidana dan perdata . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum tabungan dana anggota koperasi ' dalam hal hukum yang ada di Indonesia dan untuk menentukan peran pemerintah dalam melindungi dana dari anggota koperasi penggelapan oleh praktek manajemen koperasi . Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan analisis yuridis
analisis kualitatif dan fenomenologis . Ini berarti bahwa studi normatif berdasarkan hasil empiris wawancara dan observasi di lapangan . Dalam studi ini peneliti mewawancarai pejabat di tujuh koperasi layanan di lima kota di Jawa Timur . Kantor koperasi dipelajari , antara lain : Koperasi dan Kabupaten Kota Mojokerto , kabupaten dan kota Kediri , Kabupaten Nganjuk , Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung . Hasil dari penelitian ini adalah hukum koperasi KSP / USP masih memiliki kesenjangan yang besar untuk praktek anggota penggelapan. Peran terbatas pada pembangun layanan koperasi dan fasilitator , karena koperasi memiliki prinsip otonomi dalam mengelola urusan internal . Selain itu tidak ada lembaga penjaminan simpanan ( LPS ) pada sektor perbankan tertentu koperasi . Hal ini sangat berisiko dalam hal anggota koperasi dalam kasus penggelapan dana oleh anggota dewan koperasi . Upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah melalui koperasi kabupaten / kota untuk membantu melindungi anggota dari dana koperasi pelayanan masih kurang optimal . Fungsi pembinaan cenderung menjadi formalitas belaka , kurang program dan manfaat nyata . Kuantitas dan kualitas tenaga pelayanan masih belum mampu sidang saksi ahli koperasi . Izin kemudahan layanan yang disediakan untuk pendirian koperasi KSP / USP sebenarnya memicu kedok praktik pemberi pinjaman koperasi rentan terhadap penyalahgunaan . Kendala lain dalam upaya pemerintah adalah adanya otonomi daerah yang mengarah pada perubahan kepemimpinan pejabat departemen koperasi untuk mengabaikan kapasitas individu.


A. PENDAHULUAN
Koperasi sebagai salah satu bentuk badan usaha mempunyai peran yang sangat
strategis bagi pemberdayaan dan penguatan perekonomian rakyat. Koperasi sebagai
sebuah lembaga ekonomi rakyat telah lama dikenal di Indonesia dimana menurut Dr.Muhammad Hatta yang dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, koperasi merupakanBadan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah, yang bergabung secara sukarela, berdasarkan persamaan hak dan kewajiban untuk melakukan  suatu usaha yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya (Mirza Gamal, 2006).

   1.    Perlindungan Hukum Dana Simpanan Anggota Koperasi di Indonesia Ditinjau dari Aspek Yuridis
Berdasarkan hasil wawancara dengan 7 dinas koperasi di 5 kota di Jawa Timur, peneliti mendapatkan temuan yang beragam terkait aspek yuridis perlindungan dana anggota koperasi di Indonesia. Namun secara umum mereka menilai bahwa perangkat hukum di Indonesia memang belum memadai untuk memberikan perlindungan atas simpanan anggota. Isu perangkat hukum koperasi yang saat ini paling dibutuhkan dan belum ada adalah lembaga penjamin simpanan (LPS) sebagaimana yang ada pada sektor perbankan. Sejauh ini lembaga yang bisa digunakan untuk mencegah kasus penyalahgunaan dana anggota adalah KPKS (Komisi Pengendalian Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam), namun perannya belum cukup terasa karena masih baru dibentuk dan hanya berdasarkan SK Walikota/Bupati yang tentunya memiliki kewenangan hukum yang serba terbatas.
Fenomena KSP/USP menjadi bermasalah ketika dalam melakukan kegiatan usahanya telah menyimpang dari prinsipprinsip koperasi. Semakin ketatnya persaingan sesama koperasi, mendorong KSP/ USP untuk berinovasi dan berlomba menarik calon anggota dengan memberikan berbagai tawaran produk investasi simpanan, serta pemberian bonus-bonus dan hadiah-hadiah menarik lainnya. Strateginya adalah memanfaatkan istilah status “calon anggota koperasi” padahal sasarannya sebenarnya lebih cenderung kepada masyarakat luas. Ketentuan perundangan yang dijadikan tempat berpijak adalah Pasal 18 PP no. 9 tahun 1995 yang menyebutkan bahwa: “(2) Calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus menjadi anggota dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok.”
Pola pencarian calon nasabah seperti telah tersebut di atas, sebagai alasan pembenarnya lebih pada pertimbangan promosi sisi bisnis, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh koperasi sesungguhnya sudah beregeser dan semakin jauh dari prinsip dan tujuan koperasi itu sendiri. Tujuan koperasi yang terutama seharusnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan para anggotanya.
Penyimpangan yang lain yaitu KSP/USP membuka beberapa kantor cabang di kotakota lain di luar domisili hukumnya, meskipun tanpa atau belum adanya ijin operasional dari instansi vertikal yang berwenang maupun instansi setempat yang berwenang mengeluarkan perijinan dan melakukan pengawasan. Dalam praktiknya seringkali KSP (Koperasi Simpan Pinjam)/Unit Simpan Pinjam (USP) menghimpun dana dari masyarakat yang jelas-jelas notabene bukan anggota koperasi dalam bentuk deposito berjangka dengan memberikan bunga kepada anggotanya di atas bunga bank. Permasalahan akan semakin meruncing pada waktu simpanan para anggota jatuh tempo, tetapi koperasi tidak mampu mengembalikan sesuai waktu dan bunga yang dijanjikan. Hal ini disebabkan tawaran bunga tinggi oleh koperasi ternyata tidak seimbang dengan kontribusi usaha riil yang digunakan untuk memutar dana tersebut, apalagi kalau usaha tersebut berisiko mengalami kerugian atau kebangkrutan.
Faktor penyebab lain adalah tindakan penyelewengan oleh oknum pengelola/ pengurus koperasi akibat lemahnya pengawasan/ kontrol. Kemudahan dalam perijinan pendirian koperasi telah mendorong semakin banyaknya berdiri koperasi-koperasi, di satu sisi keadaan ini akan membantu perbaikan sektor usaha kecil, namun di sisi lain, semakin banyaknya berdiri koperasi tanpa proses perijinan yang selektif dan pengawasan yang ketat juga akan menimbulkan masalah, karena berpotensi penyimpangan.
Berdasarkan keterangan dari dinas-dinas koperasi yang diwawancarai, umumnya kasus-kasus penyalahgunaan dana anggota oleh pengurus koperasi tidak terselesaikan di persidangan. Atau kalaupun berhasil disidangkan, keputusan yang dihasilkan tidak memenuhi rasa keadilan. Proses persidangan hanya mengandalkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang tidak menjamin adanya sanksi denda yang jelas serta sanksi administratif (undang undang perbankan) lainnya sebagaimana yang dimiliki Bank Indonesia untuk sektor perbankan. Akibatnya banyak anggota yang harus puas menerima pengembalian dana hanya sekian persen dari nilai yang dulu diinvestasikan, bahkan banyak tak bisa kembali sepeserpun.
Di sinilah aspek yuridis perlindungan dana anggota koperasi memiliki celah yang perlu untuk disempurnakan. Sebenarnya kasus-kasus likuiditas semacam ini juga seringkali terjadi pada sektor perbankan, namun perbankan masih memberi rasa aman kepada para nasabahnya dengan adanya Lembaga Penjamnin Simpanan (LPS). Di koperasi belum ada lembaga seperti itu, sehingga sangat berisiko bagi seorang anggota koperasi untuk mengalokasikan dana besar dalam bentuk simpanan di koperasi. Isu tentang LPS untuk koperasi sebenarnya sudah lama diperdebatkan, sebab banyak implikasi yang harus dipikirkan bila lembaga ini dibentuk untuk koperasi.
Bagaimananapun industri perbankan berbeda dengan koperasi. Tak dapat dipungkiri pula bahwa perbankan di Indonesia lebih mendominasi dan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daripada koperasi. Dengan alasan itu pula maka sektor perbankan lebih mendapat perhatian khusus dalam aspek yuridisnya, khususnya melalui peran Bank Indonesia.
Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat dan disempurnakan dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, LPS dibentuk sebagai suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) :
  1)      Menjamin simpanan nasabah penyimpan.
  2)      Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya.
Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS):
   1)      Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
   2)      Melaksanakan penjaminan simpanan.
   3)      Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan. 
   4)      Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.
  5)      Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
   1)      Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
   2)      Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
   3)      Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
  4)      Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
  5)      Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/ atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
  6)      Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
   7)       Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
   8)      Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
   9)      Menjatuhkan sanksi administratif. (Situs Resmi LPS, online)
Dasar hukum LPS antara lain:
   1)      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
v2)      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang.
  3)      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
  4)      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
   5)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan.

Paparan tentang LPS di atas menunjukkan bahwa secara yuridis pemerintah menjamin dana nasabah perbankan nasional. Koperasi sebagai salah satu pilar ekonomi diharapkan juga memiliki perlakuan yang sama. Peraturan perundang-undangan tentang Koperasi Simpan Pinjam, yaitu:
   1)      UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi, 
  2)      Kepmenkop No.351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi,

Pada peraturan perundangan tersebut belum terdapat adanya pengaturan secara khusus mengenai perlindungan maupun jaminan penyelesaian bila terjadi penyimpangan terhadap dana anggota koperasi yang berakibat kerugian bagi anggota tersebut. Mengingat KSP tergolong bisnis pengelolaan uang yang penuh dengan risiko, maka untuk perkembangannya diperlukan aturan/kebijakan dari Pemerintah yang dapat memberikan perlindungan bagi dana anggota. Dalam beberapa kasus penyimpangan yang dilakukan oleh oknum pengurus KSP, akhirnya para anggotalah yang tetap dirugikan, apalagi dana miliknya tidak dapat kembali seutuhnya. Sedangkan asset koperasi sangat minim, bahkan jauh bila dibanding dengan akumulasi simpanan para nasabah. Menurut Sularso (Sularso, 2002: 104), KSP/USP memiliki indikasi kerawanan yang harus diwaspadai, yaitu:
   1)      USP sebagai salah satu unit dalam koperasi,
   2)      KSP/USP mengembangkan pelayanan pada bukan anggota,
   3)      KSP/USP dijadikan sebagai payung legal pelepas uang,
   4)      Tidak pruden dalam memberikan pinjaman,  
   5)      Kurang memperhatikan aspek akuntabilitas dan transparansi.

Wakil Gubernur Jatim Drs. H. Saifullah Yusuf mengusulkan adanya lembaga penjaminan simpanan (LPS) bagi anggota koperasi yang dituangkan dalam Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang Koperasi. LPS ini dirasa penting dan cocok untuk meningkatkan kinerja koperasi. Lembaga penjaminan yang dimaksud seperti yang diterapkan di dunia perbankan (Humas Setda Prov. Jatim, 2011).
Kendati demikian bila koperasi juga memerlukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagaimana perbankan, maka timbul pertanyaan siapa yang harus mempersiapkan pendanaannya? Gerakan koperasi atau Pemerintah? Kalau pemerintah yang harus menyiapkan maka ketergantungan koperasi pada pemerintah nampak sangat kuat. Padahal koperasi didorong untuk mandiri, seperti halnya lembaga keuangan lainnya. Namun setidaknya dalam rangka pembinaan, karena koperasi masih belum dinilai mampu, maka LPS koperasi ini dapat dibentuk dan diprakarsai oleh pemerintah. Agar tidak terlalu membebani pemerintah, maka diperlukan peran serta Gerakan Koperasi melalui IKSP dalam pengelolaan LPS.


  1. Peranan Pemerintah dalam Melindungi Dana Simpanan Anggota Koperasi

Ketika isu tentang LPS koperasi dan revisi undang-undang perkoperasian masih menjadi perdebatan, maka dengan perangkat yang ada pemerintah (Kementerian Koperasi dan UKM maupun Disperindagkop setempat/ wilayah) dituntut melakukan optimalisasi peran dan fungsinya untuk mencegah terjadinya kasus-kasus penggelapan dan penipuan dalam tubuh koperasi. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 7 dinas koperasi di 5 kota di Jawa Timur, peneliti memperoleh informasi yang beragam tentang kiat-kiat pemerintah daerah dalam mengupayakan perlindungan dana anggota koperasi. Secara umum pemerintah, khusunya yang ada di daerah melalui dinas koperasi melakukan upaya sebagai berikut:
   1)      Melakukan optimalisasi pembinaan koperasi
Dinas koperasi di daerah berupaya untuk melakukan pembinaan secara periodik kepada koperasi-koperasi yang ada dengan mensosialisasikan informasi agar koperasi tetap berpijak pada prinsip-prinsip koperasi. Dalam kenyataan di lapangan fungsi ini sudah berjalan tapi belum optimal. Dinas koperasi umumnya hanya dianggap simbolisasi formalitas belaka. Oleh sebab itu fungsi pembinaan harus benar-benar dijalankan secara progresif. Dinas koperasi perlu aktif untuk mengadakan pertemuan-pertemuan, diklat, seminar dan kunjungan pada koperasikoperasi yang ada. Semakin seringnya ada pertemuan pembinaan, maka akan semakin banyak informasi yang didapat oleh pengurus dan pengelola, bahkan oleh anggota koperasi. Selain itu banyak masalah-masalah koperasi yang dapat didiskusikan, termasuk dalam hal penggunaan dana anggota koperasi secara sehat dan transparan.
   2)      Mengoptimalkan fungsi fasilitator
Dinas koperasi didaerah harus siap kapanpun dan dimanapun untuk menjadi fasilitator kegiatan koperasi. Fungsi fasilitator yang nyata adalah sebagai saksi ahli dalam persidangan untuk kasus-kasus penyalahgunaan dana anggota. Namun pertanyaannya adalah apakah personel dinas koperasi sudah cukup capable untuk menjadi fasilitator. Dalam kenyataannya hanya sedikit personel dinas koperasi yang mampu menjadi saksi ahli dalam persidangan. Oleh sebab itu seiring perkembangan perkoperasian, maka personel dinas koperasi harus terus meningkatkan kapasitas dan pengetahuannya agar siap dan mampu menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus-kasus penyalahgunaan dana anggota. Dengan demikian akan dimungkinkan putusan pengadilan yang seadil-adilnya bagi anggota koperasi yang dirugikan. Misalnya dalam hal keputusan pailit koperasi dan lelang aset bagi anggota kreditur koperasi.
   3 )      Memperketat perijinan pendirian koperasi
Dinas koperasi di daerah berwenang memberikan ijin pendirian koperasi. Selama ini ijin diberikan dengan mudah dengan harapan bahwa koperasi akan tumbuh subur dan mampu menjalankan roda perekonomian daerah dan berimbas langsung pada kesejahteraan masyarakat kecil. Namun kemudahan perijinan ini juga dilematis, karena di sisi lain akan berpotensi terjadi “koperasi jadi-jadian” yang hanya sebagai kedok bagi praktik rentenir, lebih-lebih bila berakhir pada kasus penggelapan dana anggota. Oleh sebab itu kemudahan perijinan koperasi, khususnya KSP/USP harus mempertimbangkan aspek jaminan perlindungan dana anggota. Dinas koperasi perlu menerapkan kehati-hatian dan kejelian apakah sebuah koperasi layak untuk diijinkan berdiri dan beroperasi. Untuk menekan risiko, maka modal penyertaan dan aset koperasi sedapat-dapatnya ditetapkan dalam jumlah besar. Setidaknya bila terjadi kasus likuiditas, maka modal pernyertaan dan aset dapat mencukupi pengembalian dana anggota.
   4 )      Membentuk Komisi Pengendalian Koperasi Simpan Pinjam (KPKS)
Secara khusus, pemerintah propinsi Jawa Timur telah membentuk KPKS melalui SK Gubernur Jawa Timur guna mengawasi dan mengendalikan KSP/USP yang ada di Jawa Timur. Walaupun berkekuatan hukum terbatas pada tingkat propinsi, namun peran KPKS diharapkan dapat menjadi titik terang bagi terbentuknya iklim KSP/USP yang lebih sehat di masa mendatang. Permasalahannya tinggal bagaimana wujud nyata peran KPKS di kabupaten/kota, apakah KPKS mampu menjalankan fungsinya dengan profesional, netral dan transparan. Sejauh ini hal tersebut belum tampak, sebab KPKS memang baru dibentuk setahun terakhir. Harapan yang besar terhadap KPKS seyogyanya dapat diresponi oleh pemerintah dengan membuat terobosan perlindungan dana anggota melalui perwujudan koperasi yang sehat dan produktif.
   5 )      Menumbuhkan Kemandirian Koperasi
Kemandirian dalam hal ini tidak hanya menyangkut kemandirian dalam penggalangan dana, tetapi juga kemandirian untuk mengatasi masalah-masalah intern koperasi, namun apabila tidak terselesaikan maka koperasi dapat menempuh proses sesuai hukum yang berlaku. Dalam hal ini peran Rapat Anggota Koperasi sangatlah besar untuk membahas masalah intern dalam tubuh koperasi dan merumuskan solusi bersama.
Firdaus, M., Agus Edhi, 2002. Perkoperasian:



DAFTAR PUSTAKA

Sejarah, Teori dan Praktek. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Friedman, Lawrence M. 1969. The Legal
System: A Sosial Science Perspektive. Russel Soge Foundation. New York.
Fuady, Munir. 2007. Dinamika Teori HukumGhalia Indonesia: Bogor.
Kelsen, Hans. 2011. Teori Hukum Murni.
Cetakan VIII. Bandung: Nusa Media.
Mutis, Thoby. 2004. Pengembangan Koperasi, Cetakan IV, Jakarta, Gramedia

Rabu, 09 Oktober 2013

Analisis Jabatan, Deskripsi Jabatan, dan Spesifikasi Jabatan

1.Analisis Jabatan

Analisis Jabatan adalah suatu studi yang secara sistematis dan teratur mengumpulkan semua informasi dan fakta yang behubungan dengan suatu jabatan. Analisa jabatan adalah sebuah proses untuk memahami suatu jabatan dan kemudian menyadurnya ke dalam format yang memungkinkan orang lain untuk mengerti tentang jabatan tersebut. Ada 3 tahap penting dalam proses analisis jabatan, yaitu (1) mengumpulkan informasi, (2) menganalisis dan mengelola informasi jabatan, dan (3) menyusun informasi jabatan dalam suatu format yang baku. Analisis jabatan penting dilakukan untuk meningkatkan prestasi pekerjaan dan untuk menemukan permasalaahn-permasalahan yang dihadapi oleh sesorang dalam bekerja dalam hubungan pekerjaan.
Dan untuk melakukan analisis jabatan diperlukan prinsip-prinsip agar analisis yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan yang diinginkan.
b. Saran
Dalam penulisan laporan ini penyusun merasa masih banyak kekurangan-kekurangan, dan mungkin laporan ini tak sesuai dengan harapan para pembaca. Untuk itu masukan dan saran dari para pembaca sangat dibutuhkan.
Dan penyusun berharap laporan yang telah tersusun ini bisa bermanfaat dan dimanfaatkan oleh bidan khusususnya dalam meningkatkan prestasi kerja para bidan dan masyarakat umum dalam hal pengawasan terhadap kinerja para sbidan.

Job Analisis dilakukan melalui proses tiga arah antara pemangku  jabatan (job holder), atasan (superior) dan job analis. Terkadang bila diperlukan, dapat melibatkan orang lain,misalnya orang yang memiliki job yang sama, atau orang yang lebih senior yang berada dalam satu departemen dengan pemegang jabatan, atau bisa juga orang yang mengerti dengan jabatan tersebut.
Pemangku jabatan merupakan sumber informasi utama karena dialah yang yang lebih mengetahui pekerjaannya dibandingkan dengan orang lain.  Atasan melihat jabatan tersebut dalam prespektif : mampu melihat bagian yang lebih fokus yang tidak terlihat oleh pemegang jabatan sebagaimana mestinya. Job analis adalah orang luar yang independen dan terlatih untuk melihat job dan dan membantu pemangku jabatan dan atasan memberikan draft dan menuntun perubahan-perubahan yang dilakukan semua pihak terkait sampai hasil akhir.   
Prinsip dasar dalam melakukan analisa jabatan adalah :
  1. Melakukan analisis, bukan membuat list atau daftar tugas pekerjaan
  2. Menganalisa job-nya bukan orang yang memangku jabatan
  3. Fakta bukan judgement

2. Deskripsi Jabatan
 Rentang isi Job Description
Gugus tugas, tanggungjawab dari job description berupa rentang/kisaran jabatan dalam Min Tugas dan Max Tugas pada periode waktu tertentu. Jika tugas/tanggunjawab tersebut sudah dibawah Min Tugas, maka sebaiknya dilakukan revisi terhadap job description tersebut (job re-analysis ). Demikian juga jika tugas/tanggungjawab sudah melewati Max Tugas.

Dari sini terlihat bahwa job description merupakan dokumen yang dinamis, mengikuti perkembangan, strategi kondisi maupun situasi organisasi.
Tujuan dari rekrutment, seleksi dan penempatan adalah mencocokkan (to match) antara karakteristik individu (pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan lain-lain) dengan persyaratan jabatan yang harus dimiliki individu tersebut dalam memegang suatu jabatan. Kegagalan dalam mencocokkan kedua hal tersebut dapat menyebabkan kinerja karyawan tidak optimal dan kepuasan kerja sangat rendah, sehingga tidak jarang hal ini membuat individu dan organisasi menjadi frustrasi. Dalam usaha mencari individu yang tepat dan sesuai untuk jabatan tertentu maka pihak manajemen harus melakukan pengukuran (assessment) terhadap tuntutan-tuntutan (demands) dan persyaratan-persyaratan (requirements) dari jabatan tersebut. Proses pengukuran kegiatan-kegiatan yang ada dalam suatu jabatan tersebut dinamakan Analisis Jabatan (Robbin, 1993). 
Analisis jabatan merupakan hal mendasar dalam proses pengembangan sumber daya manusia. Tanpa adaya data yang akurat tentang profil dari masing-masing jabatan, jenis-jenis kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan, serta pengalaman dan pendidikan yang dipersyaratkan untuk menduduki jabatan tersebut, maka proses pengembangan sumber daya manusia akan menjadi sulit. Rekrutmen, seleksi dan penempatan akan timpang karena tidak diimbangi informasi yang memadai dan akurat, pengembangan dan pelatihan mungkin tidak dapat mencapai tujuan, begitu juga halnya dengan manajemen penilaian kinerja. 
Secara umum analisis jabatan merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan menentukan secara rinci tugas-tugas (duties) dan persyaratan dari suatu jabatan tertentu. Stephen Robbin (1993) mendefinisikan analisis jabatan sebagai suatu bentuk pengembangan uraian terperinci dari tugas-tugas yang harus dilakukan dalam suatu jabatan, penentuan hubungan dari satu jabatan dengan jabatan lain yang ada, dan penentuan tentang pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan karyawan untuk melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif. 
"Job analisis is involves developing a detailed description of the tasks involve in a job, determining the relationship of a given job to other jobs, and ascertain the knowledge, skills, and abilities necessary for an employee to successfully perform the job" (Robbin, 1993). 
Menurut Milkovich & Newman (1999) analisis jabatan adalah proses pengumpulan informasi secara sistematik terhadap berbagai informasi terpercaya dan relevan, berhubungan dengan pekerjaan, dan asal-usul dari suatu jabatan tertentu ("job analisis is the systematic process of collecting relevant, work-related information related to the nature of a specific job"). Hal senada juga dikemukan oleh Bernardin & Russel: "job analisis is the process of gathering information about a job" (Bernardin & Russel, 1993). 
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa analisis jabatan merupakan suatu proses pengumpulan dan pencatatan informasi terpercaya dan sahih dengan suatu prosedur tertentu terhadap suatu jabatan tertentu dan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh si pemegang jabatan. Termasuk disini adalah: 

  • Semua tugas, kegiatan dan tanggungjawab 
  • Pengetahuan, kemampuan, ketrampilan dan karakter-karakter lain yang dibutuhkan oleh si pemegang jabatan agar dapat bekerja dengan efektif
  • Alasan terhadap adanya suatu jabatan tertentu dan apa yang membuatnya berbeda dari jabatan yang lain
  • Standard kerja atau target yang dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja.
Satu konsep yang penting dalam analisis jabatan adalah bahwa analisis dilakukan terhadap jabatan (the job), bukan terhadap orang (person). Meskipun data diperoleh dari si pemegang jabatan (incumbent) melalui pengamatan, wawancara atau pun kuestioner/angket, produk yang menjadi hasil analisis jabatan adalah berupa uraian jabatan (job description) atau spesifikasi jabatan (specifications of the job), bukan suatu uraian tentang orang (description of the person). Mengapa kita memerlukan uraian jabatan (job description)?. Ini tentunya kembali dari organisasi sendiri. Organisasi mempunyai alasan, mengapa harus ada, untuk apa diadakan, dan  sasaran apa yang harus dicapai. Karena itu organisasi merumuskan visi, misi dan perencanaan yang kemudian membentuk struktur. Dari struktur inilah selanjutnya pekerjaan / jabatan (job) itu muncul.
Jabatan merupakan unit dasar dari struktur organisasi yang membangun organisasi. Semua jabatan harus dikombinasikan untuk mencapai tujuan, sehingga jabatan harus berhubungan dengan individu (employee) dan organisasi sebagai pemilik (employer). Dari sinilah jabatan bisa disebut sebagai kumpulan tanggungjawab / aktifitas untuk menghasilkan sesuatu .
Untuk mengetahui apa kumpulan tanggungjawab/aktifitas tersebut, maka perlu ada analisa yang disebut sebagai analisa jabatan (job analysis), sebagai suatu proses mengumpulkan, mengkategorikan dan mendokumentasikan seluruh informasi yang relevan tentang jabatan tersebut dalam periode tertentu. Hasilnya, sudah tentu dinamakan uraian pekerjaan/ uraian jabatan (job description).
Lalu, apa manfaat dari uraian jabatan ? banyak sekali diantaranya :

  • Atasan– untuk mengoptimalkan peran dan tanggungjawab bawahan
  • Pimpinan Organisasi– untuk dapat memimpin dan memberikan motivasi agar pemegang jabatan menghasilkan kinerja optimal.
  • Pemegang jabatan– sebagai panduan dan pedoman kerja serta mengetahui apa yang harus dilakukan dan diharapkan dari organisasi
  • Perekrut– untuk mengetahui kandidat yang tepat dan paling cocok sesuai kebutuhan jabatan
  • Trainer– untuk mengetahui kebutuhan pelatihan bagi pemegang jabatan
  • Assessor– untuk melakukan analisa terhadap pemegang jabatan (competency assessment, in-depth interview dll)
  • Perencana Karir (Succession Planner)– untuk menempatkan individu sesuai dengan peran, tanggungjawab dan kebutuhan organisasi.
  • Perencanaan dan Pengembangan Organisasi (Organization Development & Planner) –untuk membuat perencanaan pengembangan organisasi yang membutuhkan pemahaman tentang jabatan dan jenis peran / tanggungjawab yang diperlukan
  • Job Evaluator–untuk membobot jabatan dan membandingkan jabatan lain di dalam organisasi.
Maka jelaslah bahwa job description adalah bagian penting dari sistem pengembangan SDM. Ibarat navigator, job desc adalah peta yang menentukan arah, kemana harus berbelok, berapa kecepatan yang diperlukan dan seterusnya. Sudah tentu, sebelum membuat job desc, didahului dengan yang namanya job analysis.
Job Analysis bisa dilakukan dengan tiga kondisi :

  1. Untuk jabatan yang sama sekali baru, namun sudah ada di dalam struktur organisasi.
  2. Untuk jabatan yang ada (vacant) namun belum ada orangnya.
  3. Untuk jabatan yang sudah ada posisi orangnya tapi belum mempunyai job description.
Setiap kondisi membutuhkan pendekatan yang berbeda. Sebagai contoh, untuk kondisi pertama, tentu tidak bisa dengan proses interview , tapi dengan cara mencari referensi atau benchmark ke organisasi lain. Sedangkan untuk kondisi ke 2 dan 3, bisa dilakukan dengan proses tiga arah, yakni dengan menggali informasi pada pemegang jabatan, atasan atau orang lain yang mengerti.
Uraian Jabatan (Job description). Adalah suatu pernyataan tertulis yang berisi uraian atau gambaran tentang apa saja yang harus dilakukan oleh si pemegang jabatan(jobholder/incumbent), bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dan alasan-alasan mengapa pekerjaan tersebut dilakukan. Uraian tersebut berisi tentang hubungan antara suatu posisi tertentu dan posisi lainnya di dalam dan di luar organisasi dan ruang lingkup pekerjaan dimana si pemegang jabatan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh divisi/unit kerja atau tujuan organisasi secara keseluruhan.

3       Spesifikasi Jabatan


(Job specification). Adalah suatu pernyataan tentang kemampuan, ketrampilan, pengetahuan dan sikap-sikap yang dibutuhkan agar dapat bekerja secara efektif, lengkap dengan kualifikasi khusus, pengalaman atau hal-hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum menduduki jabatan tertentu. Spesifikasi jabatan sangat berguna dalam mencocokkan seseorang dengan posisi atau jabatan tertentu, dan mengidentifikasi pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.
Mengapa Analisis Jabatan Diperlukan? 
Sampai saat ini masih terdapat perdebatan mengenai perlu tidaknya analisis jabatan guna memperoleh uraian jabatan dan spesifikasi jabatan. Pendapat yang pro analisis jabatan memandang bahwa uraian jabatan (produk dari analisis jabatan) merupakan panduan yang mutlak dalam menjalankan pekerjaan dan memudahkan bagi pekerja dan perusahaan. Sebaliknya pendapat yang kontra menganggap uraian jabatan hanya akan membuat seseorang menjadi tidak fleksibel, tidak mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan terkotak-kotak dalam suatu pekerjaan tertentu. 
Dalam tulisan ini saya tidak ingin memperdebatkan mana diantara kedua pendapat tersebut yang paling benar. Saya percaya bahwa kedua pendapat tersebut pasti memiliki sudut pandang masing-masing. Pada tulisan ini saya hanya ingin memberikan suatu gambaran, bagaimana suatu proses rekrutment dan seleksi memiliki hubungan yang krusial dengan analisis jabatan. 
Meski banyak perusahaan menganggap penting, analisis jabatan seringkali dilakukan tidak sebagaimana mestinya. Permasalahan yang dialami oleh John dalam kasus di atas mungkin merupakan bukti dimana analisis jabatan tidak mendapatkan perhatian serius ketika perusahaan ingin merekrut karyawan baru. Dalam kasus John, si recruiter gagal mencocokkan karakteristik individu dengan persyaratan jabatan, karena tidak didukung oleh informasi akurat tentang jabatan tersebut. Akibatnya individu yang direkrut tidak cocok dengan jabatan yang dipegangnya sehingga membuat kinerjanya rendah dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaan. 
Fakta lain mengenai gagalnya perusahaan memperoleh gambaran obyektif tentang suatu jabatan dapat terlihat pada iklan-iklan lowongan pekerjaan yang dimuat di majalah, surat kabar, website atau media online yang lain. Dalam iklan-iklan tersebut seringkali terdapat ketidakjelasan tentang jabatan yang dibutuhkan, memuat informasi yang tidak relevan, tidak terlihat kualifikasi mendasar yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut, dan sebagainya yang pada akhirnya menarik banyak calon/pelamar yang tidak qualified. Kesalahan atau kelalaian dalam membuat analisis jabatan terlihat juga pada materi test dan wawancara dengan si pelamar. Materi test yang dibuat seringkali tidak berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan di calon karyawan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara pun seringkali tidak relevan atau bahkan tidak menyentuh kualifikasi yang esensial dari suatu jabatan sehingga akhirnya berpengaruh terhadap kualitas karyawan. Tentu saja mustahil untuk mendapatkan pegawai terbaik tanpa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat dan relevan. 
Kenyataan-kenyataan tersebut di atas menunjukkan betapa penting pemahaman terhadap persyaratan-persyaratan jabatan guna mendapatkan karyawan yang tepat sehingga dapat bekerja secara efektif. Semua informasi akurat yang memuat persyaratan jabatan hanya akan diperoleh jika dilakukan analisis jabatan secara sungguh-sungguh. Dengan melakukan analisis jabatan yang sungguh-sungguh maka akan diperoleh manfaat antara lain: 

  • Bahan rujukan dalam pembuatan iklan lowongan
  • Penyusunan persyaratan jabatan
  • Membantu menentukan besarnya imbalan yang akan diterima pemegang jabatan
  • Bahan untuk pengembangan materi wawancara
  • Bahan untuk pengembangan alat test
  • Bahan untuk pengembangan formulir evaluasi
  • Bahan orientasi bagi karyawan baru

Rabu, 29 Mei 2013

TUGAS 4

1.Peran Bank Indonesia Dalam Menanggulangi Inflasi

Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1999 mengenai Bank Indonesia (BI), pada salah satu pasal disebutkan, BI adalah lembaga negara yang berdiri secara independen. Independen diartikan bahwa BI merupakan suatu lembaga negara yang bebas terhadap campur tangan pemerintah dan atau pihak lain. Selain itu, dalam Pasal 9 dinyatakan bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, dan demikian pula BI wajib menolak atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka melaksanakan tugasnya.
Independensi ini ditandai dengan diberikannya kewenangan penuh kepada pihak BI dalam penetapkan target-target yang akan dicapai dan kebebasan untuk menggunakan berbagai piranti moneter (instrument independence) dalam pencapaian targetnya. Berikutnya, dalam Pasal 10 dinyatakan kalau BI memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter dengan melakukan penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi. Demikian pula, untuk lebih meningkatkan efektivitas pengendalian moneter serta kapasitasnya sebagai lender of the last resort, dalam Pasal 11 dinyatakan bahwa pemberian kredit oleh BI kepada bank dibatasi. Jangka waktu kredit kepada bank maksimal 90 hari dan penggunaannya hanya untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek. Selain dari pada itu, kredit tersebut harus dijamin dengan surat berharga yang bernilai tinggi dan mudah dicairkan, yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterima oleh bank.
Tujuan BI sebagai setra pusat keungan di negara ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan itu, BI memiliki 3 tugas utama, yaitu: menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka menetapkan dan pelaksanaan kebijakan moneter tersebut, BI kewenangan untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan dan memonitoring grafik pergerakan laju inflasi yang ditetapkan. Perlu dikitahui bahwa tugas pokok BI berubah sejak diterapkannya undang-undang tersebut, yaitu dari multiple objective (mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah) menjadi single objective (mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah). Dengan demikian pencapaian keberhasilan yang diraih oleh BI akan lebih mudah diukur dan dipertanggungjawabkan khalayak luas.



2.Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Perdagangan Internasional
                                                                                                   
Tiap negara ingin agar penduduknya makmur dan sejahtera. Untuk itu, segala sumber daya yang dimiliki dikerahkan untuk menghasilkan berbagai macam barang dan jasa. Produksi untuk berbagai jenis komoditas tertentu mungkin berlebih  (surplus), tetapi untuk komoditas lainnya mungkin kurang (minus), atau tidak ada sama. Kelebihan produksi atas kebutuhan dalam negeri dijual atau diekspor ke luar negeri, sedang kekurangannya didatangkan atau diimpor dari luar negeri. Adanya kelebihan dan kekurangan produksi inilah yang mendorong timbulnya perdagangan internasional. Selain untuk menjual kelebihan produksi, perdagangan internasional diperlukan untuk mengimpor kekurangan produksi.
Sekarang faktor apa saja yang mempengaruhi perdagangan internasional? Tentu ada banyak faktor yang mempengaruhinya, faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah yang sebagai berikut.
1.                  Perbedaan sumber daya alam yang dimiliki : Sumber daya alam yang dimiliki masing-masing negara berbeda. Jarang sekali suatu negara dapat memenuhi seluruh kebutuhannya dengan sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu masing-masing negara harus melakukan pertukaran.
2.                  Efisiensi (penghematan biaya produksi) : dengan adanya perdagangan internasional suatu negara dapat memasarkan hasil produksinya pada banyak negara. Negara tersebut berproduksi dalam jumlah besar sehingga dapat menurunkan biaya produksi. Barang yang diproduksi dalam jumlah besar akan lebih murah daripada barang yang diproduksi dalam jumlah kecil.
3.                  Tingkat teknologi yang digunakan : Beberapa negara yang telah menggunakan teknologi lebih modern dapat memproduksi barang dengan harga lebih murah daripada yang menggunakan teknologi sederhana. Sebagai conto indonesia mengimpor mobil dari jepang karena jepang telah maju dalam teknologi pembuatan mobil
4.                  Selera : Indonesia mengimpor buah apel dari Amerika Serikat padahalbuah apel dapat dihasilkan di dalam negeri. Buah apel dari Amerika Serikat menurut sebagian orang lebih mengundang selera dibandingkan buah apel lokal.
  Faktor yang juga berpengaruh terhadap perdagangan internasional adalah faktor sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan (hankam).






3.Ciri – Ciri Suatu Negara Yang Telah Berhasil Membangun Negara
Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya.[1] Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewantumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumigas alam, berbagai jenis logamair, dan tanah.[1][2]Inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa manusia pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini.[2] Sumber daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti IndonesiaBrazilKongoSierra LeoneMaroko, dan berbagai negara di Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati yang sangat berlimpah.[3][4][5][6]Sebagai contoh, negara di kawasan Timur Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang ada di dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar setengah dari yang ada di bumi[5]. Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam ini seringkali tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara tersebut.[7]
Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan. Tumbuhan, hewan, mikroorganisme, sinar matahari, angin, dan air adalah beberapa contoh SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di alam, penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada proses pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada umumnya memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas., minyak bumi dan gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan perairan.Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaaan tahun ini kemudian mengubah materi dan senyawa organiktersebut menjadi berbagai jenis bahan tambang tersebut.

Daya Dukungan Lingkungan
Kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan semua makhluk hidup yang meliputi ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan dasar dan tersedianya cukup ruang untuk hidup pada tingkat kestabilan sosial tertentu disebut daya dukung lingkungan.[2] Keberadaan sumber daya alam di bumi tidak tersebar merata sehingga daya dukung lingkungan pada setiap daerah akan berbeda-beda.[2] Oleh karena itu, pemanfaatanya harus dijaga agar terus berkesinambungan dan tindakan eksploitasi harus dihindari.[2] Pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup harus dilakukan dengan cara yang rasional antara lain sebagai berikut:[2]
1.     Memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan hati-hati dan efisien, misalnya: air, tanah, dan udara.
2.     Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasil metalurgi (campuran).
3.     Mengembangkan metode penambangan dan pemrosesan yang lebih efisien serta dapat didaur ulang.
4.     Melaksanakan etika lingkungan dengan menjaga kelestarian alam.

Sumber Daya Alam Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil.[8] Fakta tersebut menunjukkan tingginya keanekaragaman sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dan hal ini, berdasarkan Protokol Nagoya, akan menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan (green economy).[8] Protokol Nagoya sendiri merumuskan tentang pemberian akses dan pembagian keuntungan secara adil dan merata antara pihak pengelola dengan negara pemilik sumber daya alam hayati, serta memuat penjelasan mengenai mekanisme pemanfaatan kekayaan sumber daya alam tersebut.[9][10] Kekayaan alam di Indonesia yang melimpah terbentuk oleh beberapa faktor, antara lain:
·         Dilihat dari sisi astronomi, Indonesia terletak pada daerah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi sehingga banyak jenis tumbuhan yang dapat hidup dan tumbuh dengan cepat.[11]
·         Dilihat dari sisi geologi, Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak terbentuk pegunungan yang kaya akan mineral.[11]
·         Daerah perairan di Indonesia kaya sumber makanan bagi berbagai jenis tanaman dan hewan laut, serta mengandung juga berbagai jenis sumber mineral.[11]
Tingginya tingkat biodiversitas Indonesia ditunjukkan dengan adanya 10% dari tanaman berbunga yang dikenal di dunia dapat ditemukan di Indonesia, 12% dari mamalia, 16% dari hewan reptil, 17% dari burung, 18% dari jenis terumbu karang, dan 25% dari hewan laut.[12] Di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas kekayaan tanaman perkebunannya, seperti biji coklatkaret,kelapa sawitcengkeh, dan bahkan kayu yang banyak diantaranya menempati urutan atas dari segi produksinya di dunia.[12][13]
Sumber daya alam di Indonesia tidak terbatas pada kekayaan hayatinya saja. Berbagai daerah di Indonesia juga dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang, seperti petroleum,timahgas alamnikeltembagabauksittimahbatu baraemas, dan perak.[14] Di samping itu, Indonesia juga memiliki tanah yang subur dan baik digunakan untuk berbagai jenis tanaman.[14]Wilayah perairan yang mencapai 7,9 juta km2 juga menyediakan potensi alam yang sangat besar.[12]

Sumber Daya Alam dan Pertumbuhan Ekonomi
Sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang erat, dimana kekayaan sumber daya alam secara teoritis akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat.[7]Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut justru sangat bertentangan karena negara-negara di dunia yang kaya akan sumber daya alamnya seringkali merupakan negara dengan tingkat ekonomi yang rendah.[7] Kasus ini dalam bidang ekonomi sering pula disebut Dutch disease.[7] Hal ini disebabkan negara yang cenderung memiliki sumber pendapatan besar dari hasil bumi memiliki kestabilan ekonomi sosial yang lebih rendah daripada negara-negara yang bergerak di sektor industri dan jasa.[7] Di samping itu, negara yang kaya akan sumber daya alam juga cenderung tidak memiliki teknologi yang memadai dalam mengolahnya.[15] Korupsiperang saudara, lemahnya pemerintahan dan demokrasi juga menjadi faktor penghambat dari perkembangan perekonomian negara-negara terebut.[7] Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan pembenahan sistem pemerintahan, pengalihan investasi dan penyokongan ekonomi ke bidang industri lain, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberdayaan sumber daya alam.[16] Contoh negara yang telah berhasil mengatasi hal tersebut dan menjadikan kekayaan alam sebagai pemicu pertumbuhan negara adalah Norwegia dan Botswana.[16]

Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam memiliki peranan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.[1] Untuk memudahkan pengkajiannya, pemanfaatan SDA dibagi berdasarkan sifatnya, yaitu SDA hayati dan nonhayati.[17]



4.Benarkah Inflasi Selalu Merugikan?


Inflasi atau kondisi kenaikan harga apabila dilihat sepintas pada umumnya memang merugikan, namun yang perlu kita telusuri lagi adalah mengenai penyebab kenaikan harga tersebut dan besar kecilnya inflasi tersebut, apabila yang terjadi adalah kenaikan harga yang wajar dan dapat diterima oleh masyarakat banyak maka dapat dikatakan bahwa kenaikan harga tersebut tidaklah TERLALU mengganggu tingkat konsumsi masyarakat pada umumnya. Bagi seorang pengusaha yang punya jiwa interpreneur tentunya adanya tidak keseimbangan antara AS dan AD dapat memberi peluang usaha baru, dan kondisi inilah yang dapat memacu seorang produsen untuk meningkatkan jumlah produksinya.
Ada seorang ekonom yang mengatakan bahwa seorang pengusaha membutuhkan inflasi 4-6%, hal ini didasarkan pada analisi peluang usaha yang bisa dimanfaatkan pengusaha untuk menambah tingkat Supply-nya, artinya tidak selalu tingkat inflasi akan mengganggu perekonomian suatu Negara, dengan catatan bahwa yang terjadi dalam perekonomian tersebut adalah inflasi yang tidak tinggi yang masing-masing Negara mempunyai indicator berbeda. Untuk Negara Indonesia ada kebijakan bahwa tingkat inflasi yang terjadi tidak boleh sampai “double digit”. Tentunya inilah yang diharapkan oleh pemerintah kita untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang selanjutnya berdampak pada kemampuan untuk menyerap tenaga kerja yang tersedia dinegara kita.